Perkembangan Islam Masa bani Abasiyah
PERKEMBANGAN ISLAM BANI ABBASIYAH
PASCA MASA KEEMASAN


Dalam kepemimpinan khalifah Abbassiyah yang akhir, dinasti mengalami kemunduran, mayoritas khalifah Abbasiyah akhir adalah orang yang lemah, suka senang-senang dan hanya menjadi boneka Turki, meskipun demikian ada sebagian khalifah Abbasiyah akhir yang bertanggung jawab atas kepimpinannya dan berusaha untuk memajukan Abbasiyah. Namun dia tak mampu berkuasa dengan penuh karena banyak kerajaan yang merdeka serta para gubernur dan pejabat melepaskan diri dari
maka masa pemerintahan bani Abbasiyah dibagi menjadi lima periode.[2]
1.      Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M) periode pengaruh Persia pertama.
2.      Periode kedua (232 H/847 M – 234 H/945 M) masa pengaruh Turki pertama.
3.      Periode ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M) masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan daulat (masa pengaruh Persia kedua).
4.      Periode keempat (447 H/1055 M/ – 590 H/1194 M) masa kekuasaan dinasti Saljuk dalam pemerintahan (masa pengaruh Turki kedua).
5.      Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Dari kelima periode masa pemerintahan ini, hanya dalam periode pertama daulat Abbasiyah mencapai masa keemasan (secara politis, para kholifah betul-betul tokoh yang kuat, merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus dan kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tinggi) dan periode selanjutnya adalah periode kelemahan dan kemunduran daulat Abbasiyah. Imperium Abbasiyah mulai mundur pada masa pemerintahan khalifah al-Mutawakil. Pada masa ini aliran Mu’tazilah mulai tidak memainkan pemerintahan.
Kahancuran dinasti Abbasiyah tidaklah terjadi dengan begitu saja tapi melalui proses yang lama, diawali dengan munculnya berbagai gerakan dan penberontakan. Diantara hal-hal yang menyebabkan kemunduran kerajaan Abbasiyah, antara lain:
a)      Melebihkan bangsa asing dari pada bangsa arab.
Sebagai akibat dari kebijakan ini banyak orang Arab melakukan pemberontakan. Disamping itu, wibawa para khalifah telah memudar sejak masa Al-Watshiq dan Al-Mutawakkil. Sampai halifah terakhir.
b)      Ketergantungan pada tentara bayaran
Hal ini berakibat buruk bagi daulah Abbasiyah. Karena tentara baru mau menjalankan tugasnya jika mendapatkan bayaran yang besar. Apabila khalifah tidak berani membayar mahal tentara, kedudukannya akan terancam. Terutama dari para gubernur yang membangkang dan mau membayar tinggi tentara. Akhirnya banyak para gubernur yang memiliki tentara bayaran kuat, pada akhirnya menyatakanlepas dari pemerintahan Bagdad, sehingga muncul kerajaan-kerajaan kecil.
c)      Fanatisme kebangsaan (persaingan antar bangsa)
Khalifah Abbasiyah didirikan bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persi. Persekutuan terjadi karena dilatar belakangi persamaan nasib kedua golongan itu pada masa bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khalifah Abbasiyah berdiri, dinasti Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut styzewaka ada dua sebab dinasti abbas memilih orang-orang persia dari pada orang-orang arab. Pertama, sulit bagi orang-orang arab untuk melupakan bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupkan warga kelas satu. Kedua. Orang-orang arab sendiri terpecah belah dengan adanya Ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khalifah Abbasiyah tidak ditegakkan diatas ’Ashabiyah traditional. Padahal Islam telah memerangi fanatisme dan menyerukan seluruh umat supaya bersatu. Rasulullah saw sendiri telah menegaskan: ”Bukanlah dari umat kami orang yag menganjur-anjurkan fanatisme kesukuan atau yang yang berperang untuk membela fanatisme kesukuan”. Selain itu kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda. Seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam. Pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya
d)      Kemerosotan ekonomi
Khalifah Abbasiyah mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan bani Abbas mengalami kejayaan dana yang masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta, pertambahan dana yang besar diperolah antara lain al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.
Setelah  periode pertama khalifah mengalami periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti.
e)      Timbulnya kerajaan-kerajaan yang bebas dari kekuasaan bani Abbas
Kelemahan kedudukan khalifah dinasti Abbasiyah di Bagdad, yang disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, ketergantungan kepada tentara bayaran. Kesulitan ekonomi dan persoalan politik lainnya, menimbulkan disintegrasi wilayah yang sikuasai oleh masing-masing penguasa setempat. Adapun diantara kerajaan-kerajaan Islam yang memisahkan diri dari kekuasaan Abbasiyah adalah[7]:
a.       Dinasti Umayyah di Andalusia
b.      Dinasti Idrisiyah di Maroko
c.       Dinasti Aghlabiyyah (184-296 H / 800-909M)
d.      Dinasti Thukuniyyah (254-292 H / 868-905 M)
e.       Dinasti Ikhsyidi (323-358 H / 935- 969 M)
f.        Dinasti Hamdaniyah (293-394 H / 905-1004 M)
g.       Dinasti Thahiriyah (205-259 H/ 821-873 M)

f)        Kuatnya pengaruh faham sufi dan taklid
Ilmu tasawuf adalah ilmu hakekat yang pada intinya mengajarkan penyerahan diri kepada tuhan, meninggalkan kesenangan dunia dan hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu tasawuf pada zaman daulah bani Abbasiyah, muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, di antara mereka itu adalah[9]:
1.      Al Qusyairi yaitu abu kasim Abdul Karim bin Hawazin al Qusyairi, wafat tahun 465 H. Kitab tasawuf yang terkenal ”Ar Risalatul Qusyairi”.
2.      Syahabuddin, yaitu Abu Hafas Umar bin Muhammad Syahabuddin Sahrawardy, wafat di Bagdad tahun 632 H. Kitab tasawufnya ”Awaritul Ma’arif”.
3.      Imam Ghazali, yaitu Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al Ghazali lahir di Thus dalam abad ke V H. Meninggal pada tahun 502 H. Dalam Fiqh menganut mazhab Syafi’i, beliau membawa aliran baru dalam dunia tasawuf dengan kitabnya Ihya Ulumuddin.[10]  
g)      Faktor ekstern
Faktor eksternal disebabkan oleh adanya perang salib yang berkepanjangan dalam beberapa gelombang dan penyerbuan bangsa mongol. Adapun puncak keruntuhan bani abbas adalah penyerbuan bangsa mongol dan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, yang berhasil menjarah semua pusat-pusat kekuasaan maupun pusat ilmu, yaitu perpustakaan di Baghdad.
B.      Perkembangan Islam Daulat bani Abbasiyah Paska Masa Keemasan
Paska masa keemasan daulah bani Abbasiyah, perkembangan islam mengalami kemunduran khususnya dibidang politik dan ekonomi. Dan juga dibidang ukhuwah islamiyah Islam juga mengalami kemunduran karena pada masa keemasan:
1.      Dinasti Abbasiyah membangun armada yang tangguh, dan membangun dua masjid besar yaitu masjid Zaitunah di Tunisia dan masjid Kairwan.
2.      Dinasti Thuluniayah menjadikan Mesir sebagai pusat kebudayaan Islam, mendirikan rumah sakit besar di Fustat, dan mendirikan masjid Ibn Thulun.
3.      Dinasti Hamdaniyyah mengalami kemajuan dibidang sastra dan mampu mempertahankan kekuasaan Islam dari serangan orang-orang Romawi. 

C.     Kegemilangan Iptek di Masa Khilafah Abasiyyah

 Kekhilafahan Abbasiyah tercatat dalam sejarah Islam dari tahun 750-1517    M/132-923 H. Diawali oleh khalifah Abu al-’Abbas as-Saffah (750-754) dan diakhiri Khalifah al-Mutawakkil Alailah III (1508-1517).[11] Di era ini, telah lahir ilmuwan-ilmuwan Islam dengan berbagai penemuannya yang mengguncang dunia. Sebut saja, al-Khawarizmi (780-850) yang menemukan angka nol dan namanya diabadikan dalam cabang ilmu matematika, Algoritma (logaritma).

0 Response to " "

Posting Komentar

Powered By Blogger